Basis modal semua unit bisnis di pesantren ini yaitu pemberdayaan zakat dan wakaf. Pesantren Al Kasyaf pernah mendapatkan bantuan inkubasi wakaf produktif dari Kemenag. Bantuan itu dialokasikan untuk membuat coffe shop. Bisnis ini dikelola barista profesional yang juga adalah santri Pesantren Al Kasyaf.
Selain coffe shop, pesantren ini mengembangkan bisnis sabun yang diproduksi sendiri tersebut, bukan hanya digunakan oleh santri, namun juga dijual kepada masyarakat sekitar dan beberapa yayasan yatim lain. Pada mulanya, pengurus pesantren Al-Kasyaf yang merupakan alumni mahasiswa jurusan Pendidikan Kimia, menginginkan praktik kimia para santri di sekolah tidak sekadar selesai di kelas, tetapi bagaimana dari praktik tersebut bisa menghasilkan sebuah prodik yang bernilai ekonomis. Sabun menjadi pilihan, ilmu yang didapat di sekolah kemudian diaplikasikan dengan membuat pelbagai macam sabun cair, mulai dari sabun pencuci piring, sabun mandi, karbol, dan beberapa produk sabun cair lainnya. Produksi terus berkembang sampai membuat pewangi pakaian dan pelicin pakaian, detergen cair hingga hand sanitizer juga cairan disinfektan. Awal pandemi menjadi berkah tersendiri. Pada saat itu, hampir seluruh wilayah Indonesia kekurangan hand sanitizer dan cairan disinfektan. Melihat kondis tersebut pengurus pesantren melihatnya sebagai peluang dengan membuat hand sanitizer dan disinfektan.
Pesantren Al Kasyaf bisa menjadi contoh bagi Lembaga Amil Zakat (LAZ) lain dalam pemberdayaan ekonomi umat. Ini juga bagian dari penguatan program prioritas Menteri Agama yaitu Kemandirian Pesantren. Apalagi pesantren ini memiliki program Edutrip yang bisa diakses siapapun. Edutrip merupakan program paket wisata best practice untuk pengunjung yang tertarik belajar secara langsung proses produksi dan bisnis proses pengelolaan unit bisnis di pesantren ini.